Jelajahi Web

Catatan dari Reuni Akar Indonesia

Saya menulis ini bukan ada maksud lain. Tapi jujur, sampai saat ini saya bangga menjadi bagian dari AKAR Indonesia.

Tapi, sebelum saya lanjutkan, mungkin saya akan mengulang kembali betapa berartinya AKAR Indonesia buat saya. Sebelum menceritakan itu, saya juga akan bercerita bagaimana saya bisa kenal AKAR dan menjalani satu proses atau syarat menjadi anggota AKAR Indonesia.

Awalnya saya tidak tahu apa-apa. Seorang anak lugu dungu yang tumbuh di lingkungan konflik. Keseharian saya, berlari di sekitar hutan di dekat pemukimanku, sesekali ke tambak.

Hingga aku beranjak duduk di bangku SMA, tidak tahu tahun kapan pastinya, tiga orang sahabat kecilku bercerita. Pulang dari pendidikan organisasi pecinta alam, AKAR katanya.

Karena penasaran yang cukup deras, aku bertanya dengan lugu. AKAR itu apa? (Yang jelasnya bukan makanan kaleng kan), Rahmat alias Berendam dengan bangganya memperlihatkan slayer.

Ini apa? Dia menjawab, jika itu adalah sebuah tanda jika dirinya menjadi anggota di AKAR Indonesia. Cukup kerenku.

Dia pun kemudian bercerita tentang sulitnya mendapatkan slayer hijau. Pendidikan yang dilaluinya penuh tantangan, direndam di subuh hari, merayap di kerikil panas, makan satu piring, dan menariknya dia mendapat pengetahuan tentang jelajah hutan.

Rasa penasaran di kepalaku makin membuncah. Memangnya sesulit apa. Saya kan biasa masuk ke hutan, mendaki gunung (walaupun sesungguhnya hanya bukit, hehehehe), berendam di air asi (empang maksudnya bro).

Berendam menyuguhkan tawaran tiba-tiba. Bahkan sempat mengolokku, jika tidak masuk, sama saja kau pecundang sebagai seorang lelaki (dalam hati saya ketika itu, saya lelaki bos saya punya ****** seperti kamu).

Sebenarnya saya agak ragu. Ya, karena sebenarnya saya tidak terlalu kuat dari segi fisik (tidak seperti Hercules maksudnya). Tapi karena desakan dan segudang cerita yang indah, saya pun menyatakan siap.

Singkat saja bos, bekal saya sudah siap. Lupa apa-apa saja. Kebetulan, pradiksar saya ketika itu di sekitar Bumi Perkemahan (Bumper) rampoang. Sebelum ke sana, kalau saya tidak salah ingat ada materi kelas (seperti anak sekolahan gitu), wajib diikuti.

Dari situ, saya bersama dengan rekan tiga orang lainnya berangkat ke Bumper. Tiga rekan saya itu namanya saya lupa. Tapi satu yang saya ingat, sosok Ketua Osis di sekolah saya ketika itu, SMKN 2 Palopo alias STM.

Pertama-tama saya disuruh berjalan, ya berjalan normal dari ujung aspal ke wilayah pra diksar. Panitia bersahut, saya kaget. Lari...lari...wei...lari-ko...!!! Dari kejauhan kami di suruh berlari.

Karena diperintahkan, kami pun berlari dengan tas dipunggung. Pos pertama.... teng-teng...... seorang senior dengan slayer merah berdiri.

Kami di suruh berbaris. Karena masih normal, kami berbaris. Senior itu pun mengucapkan sesuatu, mulutnya berkomat-kamit (saya lupa apa yang diucapkannya, tapi yang jelas dia tidak baca mantra, karena AKAR bukan perkumpulan dukun).

Seteleh beberapa lama mengucap sesuatu, satu kalimat yang tidak bisa saya lupakan. "Dengan ini saya ********** kalian sebanyak 99 persen. Kalian hanya memiliki satu persen, itupun untuk menjawab".

Kalimat itu membuat saya merinding tiba-tiba. Kali itu barusan seumur hidupku sampai saya menuliskan ini *** saya ****** ******* sebanyak 99 persen *******.

Tapi, karena saya seorang laki-laki yang hehehehe mau dibilang suka tantangan, saya bertegas. "Siap....senior!!".

Sebelum lanjut, saya ingat senior itu. Senior itu memiliki tubuh agak besar, tidak seperti kebanyakan senior lainnya. Kulitnya agak gelap. Tatapannya menghanyutkan, eh salah seperti mau menerkam, dan suaranya syahdu seperti singa... auuuuumm (na gigit ki e...). Saya tidak perlu sebut nama, karena dia cukup populer di AKAR Indonesia, bahkan kepopulerannya mengalahkan Evi Masamba... (cieee yang merasa).

Lanjut carita, setelah upacara adat selesai, tiba senior lain mengambil perannya. Senior yang satu ini orangnya juga populer di AKAR Indonesia, dia ahli dalam membaca peta. Dia juga baru-baru melangsungkan pernikahan menuju keluarga berencana (KB), keluarga bahagia maksudnya.

Dengan mengenakan slayer orange kebesarannya di menunjuk sungai. "Merayap menuju sungai....". Mendengar perintah itu, kami berempat langsung merayap. Tas kami tidak lagi berada di punggung.

Masuk ke sungai, merayapi batu-batu dengan air yang dingin, saya sempat berpikir kalau ini sih biasa. Mainan saya waktu kecil di sungai 'malonto-lonto'. Bedanya hanya kali ini melawan arus dan tanpa alat bantuan apakah itu batang pisang atau ban dalam.

Ini betul-betul awalnya. Mendekati pos berikutnya, ada senior yang lain. Menyuruh lari di dalam sungai yang airnya sebetis. Saya berlari, percikan air dari langkahku terhempas ke segala arah. Semakin kecang saya berlari semakin banyak juga air yang terhempas menyentuh bebatuan lain dan juga ada sampai ke bibir sungai (seperti di film India, hehehehe).

Sampai ke tempat tujuan, baris lagi. Latihan fisik lain pun menanti, mau tidak mau saya pun harus melaksanakannya demi menjadi bagian dari AKAR Indonesia dan lelaki sejati cieeeee.

Di situ semua tahapan berjalan. Ada materi pembelajaran, dan ada juga latihan bertahan hidup di alam atau bahasa kerennya survival dengan membangun rumah atau bifak dari tumbuhan.

Malam tiba. Udara begitu dingin. Level berikutnya dimulai, mainannya kali ini cuku berat, ya namanya juga naik level, tantangannya makin berat. Bedanya dengan game, kami tidak membunuh monster.

Kalau udaranya saja ketika itu dingin, bagaimana dengan air di sungai. Pasti cukup dingin. Awalnya, kami disuruh berendam, katanya kalau berendam dalam air, tubuh akan terasa hangat. Ternyata itu betul, airnya hangat.

Tapi, ketika kami di suruh keluar dari perendaman itu, tubuhku menggigil hebat. Seperti ada es yang menyelimuti badanku, ditambah ada sejuta tentara yang menghadang di depan, hehehe lebay.

Level malam pertama selesai. Waktunya makan. Dengan bekal yang dibawa tadi, kami makan. Masak nasi dari kaleng susu dan juga mie instan. Rasanya betul-betul nikmat. Kenyang.....

Kami tidur sejenak. Tiba-tiba di tengah malam, rekan saya terbangun. Saya juga diajak bangun. Perbincangan pun dimulai dalam bifak itu. Ternyata....... ckckckckckckck... dari empat peserta yang ada hanya saya yang laki-laki.

Alasannya karena tiga rekan saya sepakat untuk kabur bro. Dengan suara sengaja saya serakkan dan sedikit membusungkan dada (biar seperti lelaki perkasa) saya menolak ajakan mereka.

Rencana kabur pun dimulai. Saya melanjutkan tidur. Tidak lama kemudian, mereka sudah tidak ada dalam bifak kabur. Tinggal saya sendiri, sepi, tanpa teman-teman lagi (sinetron kapeng).

Tiba-tiba senior penjaga datang dengan garangnya. "Bangun-bangun...." (wis.... masih enak2 tidur dibangunkan). Dia kaget kalang kabut, ketika melihat dalam bifak itu hanya saya seorang diri.

Dia bertanya, saya menjawab. Karena situasi itu berbeda dengan lainnya, senior pun berkumpul. Mereka mencari rekan saya itu.

Matahari mulai malu-malu muncul dari peraduannya. Saya di suruh keluar dari bifak. Dengan bangga, karena hanya saya tidak lari.

Ternyata oh ternyata..... karena teman saya itu lari. Saya yang dapat getahnya. Alasannya, karena saya mengetahui rencana pelarian mereka, tapi tidak memberitahukan ke senior.

Hehehehe.... padahal, malam itu saya sangat mendukung rekan saya itu kabur. Biar saya kelihatan jago gan hehehehehe.

Proses sanksi dilaksanakan bagi saya. Tapi tidak berat-berat amat buat saya yang paling kuat diantara empat peserta sebelumnya.

Saya super singkat saja ceritanya, karena kalau saya ceritakan lebih panjang, bisa jadi satu buku nanti. Saya takut juga kalau bukunya jadi best seller di toko buku, bisa kaya saya. hehehehe.

Malam terakhir. Ya, malam yang harus kita menangis. Kalau tidak bisa menangis, ya pura-pura menangis.

Penggodokan terakhir usai. Dan pada penggodokan terakhir itu, sosok senior yang berambut gondrong dengan tubuh padat berisi mengambil alih pos terakhir dan weiittsss di situ saya merasa sedikit kelelahan, bukan mau menyerah, karena saya adalah lelaki.

Saya kagum gan bercampur bangga, ketika slayer hijau dilingkarkan di leher saya. Meski slayer yang kastanya paling rendah, tapi sejuta kenangan di dalamnya. Nyanyian mengiringi upacara itu, kebekuan malam berubah takjub. Dingin tak terasa. Saya resmi menjadi anggota.

Seiring perjalanan waktu, beberapa kegiatan saya lalui. Hingga ketika saya masuk ke dunia kerja, saya bertemu Ayah Ale dan Bang Arjun. Kebanggaan kembali mengiringi perjalanan hidupku, aku dituntung oleh rekan-rekan dalam organisasiku.

Dari situ, sampailah saya sekarang di AKAR Indonesia tetap menyandang hijau. Karena kesibukan dan juga, usia yang sudah membuat saya malu untuk melalui itu semua.

Meski begitu, saya tetap bangga. Kalau ada orang berbicara gunung dan penelusuran hutan, saya kerap menyebut nama AKAR Indonesia. "Mendaki gunung dan menyusuri hutan itu mah biasa bro. Gua, di Palopo juga tergabung dalam organisasi pecinta alam. Jadi lo gak usah cerita panjang, gua tahu kok semuanya. Hanya saja saya sudah banyak lupa" Begitulah ucapku kepada rekan jurnalis lain di Jakarta ketika bercerita satu sama lain tentang pengalaman. Padahal, ketika saya mengucapkan itu, saya merasa malu sendiri. Sebab saya tidak pernah merasakan apa yang saya ucapkan. Saya mengucap itu hanya untuk memperkenalkan mereka kalau AKAR ada untuk Indonesia, dan kalau sampai waktu itu saya diajak untuk mendaki dan menelusuri hutan, saya pasti akan menolak dengan sejuta alasan, sebab saya memang belum pernah, yang pernah itu senior saya. Hehehehe.

Begitulah ceritanya. Sampai di reuni kemarin, saya tetap bangga menjadi AKAR Indonesia. Bukan menjadi yang lain.

Sedikit catatan ini hanya sekedar merefleksi ingatan kita akan kecintaan terhadap AKAR. Catatan ini juga merupakan catatan pribadi yang sejatinya hanya saya super singkat.

Pada intinya, saya rindu kebersamaan yang dulu. Juga satu keinginan saya kedepan, AKAR Indonesia untuk Alam Lestari.

Salam hormat, kalau ada yang keliru dan menyinggung mohon dimaafkan dan jangan suruh saya berendam dan merayap lagi. Hehehehe

Selamat Menjelang Milad ke-16 untuk AKAR Indonesia menuju 1.000 tahun lagi.

0 Response to "Catatan dari Reuni Akar Indonesia"